Penyakit demam berdarah yang disebabkan nyamuk aedes aygepti tersebut akan menjadi fatal hingga kematian jika telat dapat penanganan.
Meski demikin Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan tidak menetapkan kasus ini sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Kondisi banyaknya warga terjangkit DBD dalam waktu bersamaan sering juga membuat Puskesmas dan Rumah Sakit kewalahan melayani.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Pacitan, drg Nur Farida mengatakan, iklim tropis sepanjang tahun ideal bagi nyamuk Aedes. Kedua yakni urbanisasi cepat dan sanitasi buruk banyak tempat nyamuk berkembang biak. Yang terpenting lagi, tidak bisa diabaikan bahwa Pacitan itu sebagai daerah endemis DBD.
"Mobilitas warga di Pacitan itu juga tinggi antarkota atau pulau yang menyebabkan virus cepat menyebar,”katanya. Dimungkinkan juga masih lemahnya deteksi dini dan pelaporan penanganan terlambat menjadi alasan kenapa susah distop kasus DBD di Pacitan selama ini.
“Pada tahun 2025, berdasar catatan Dinas Kesehatan, kasus DBD lebih banyak menyerang usia anak-anak. Seperti sekarang kadang hujan kadang panas, warga selalu diingatkan untuk tidak lengah dengan tempat-tempat terbuka yang menjadi sarang nyamuk gampang berkembang biak,”ujarnya.
Dinas Kesehatan Pacitan terus bergerak dengan sejumlah langkah penanggulangan. Namun, dari tahun ke tahun DBD bagai “lingkaran setan”.
Oleh karena itu tidak bosan-bosan drg Nur Farida mengingatkan dan mengajak warga aktif dalam Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di seluruh desa dan kelurahan.
“Dengan rutin gerakan PSN setidaknya bisa mengurangi gerak nyamuk, terutama dengan Menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat air bersih, mengubur barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk dan tindakan menggunakan obat antinyamuk serta memasang kelambu,”pungkas Farida.
Reporter:Asri

