Mereka menyayat tangannya dengan benda benda tajam. Sayatan dilakukan berulang ulang. Lengan tangan menjadi sasaran empuk mereka untuk membuat “barcode” membahayakan jaringan tubuh tersebut.
foto: ilustrasi |
Dari jumlah kasus menyayat tangan pada perempuan di wilayah pacitan ungkap Ni Made seperti fenomena puncak gunung es. Jumlah kasus yang terjadi sebenarmya jauh lebih tinggi dari pada yang dibawa ke kliniknya.
Foto: Ni Made Diyah Rinawardani Psikolog Klinis di Pacitan |
Dari sekian kasus menyakiti diri sendiri tersebut lebih banyak dilakukan perempuan dibanding laki laki.Mengapa? tentu ada banyak alasan.
”Perempuan itu lebih banyak menggunakan perasaan, jadi rata rata perempuan lebih sensitive dan mudah dimasukin dihati..bisa jadi begitu.”lanjutnya.
Berkaca dari sekian yang ditangani psikolog klinis Ni Made, anak anak yang melakukan self harm memang memiliki kesehatan mental yang rendah, iamudah sekali kena trigger dan tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
“Ini kompleks masalahnya ada yang putus dengan pacar, merasa insecure karena tidak merasa cantik, tidak punya teman, korban bullying dan rata rata kurang mendapat perhatian dari orang tua.”ujarnya.
Mereka ini rata rata remaja putri dibangku sekolah menengah pertama dan menengah atas.
“Aduh itu ada yang lengan tangannya sampek gak ada tempat lagi untuk di sayat.”ini fakta lo di pacitan berdasar yang datang konsultasi ke saya.”terangnya.
Fakta bermunculannya kasus menyakiti diri sendiri atau self harm dengan menyayat tangan terbanyak dilakukan usia remaja dan dewasa muda akhir akhir ini harus mendapat perhatian serius dari semua pihak. Terutama bagi dunia sekolah di pacitan. Karena sekolah itu tempat yang dianggap Ni Made rawan sekali terjadinya bullying.
Fenomena ini perlu dapat perhatian dari sekolah, guru harus lebih peduli pada murid muridnya. Apalagi sekarang ini rata rata pembullyan terjadi di sekolah.
Hebohnya kasus menyakiti diri sendiri dengan benda benda tajam belakangan ini di usia masih sekolah merupakan hal penting mengingat banyak yang masih merasa malu atau enggan untuk mengungkapkan masalah gangguan mental mereka. Dan mereka yang melakukan self harm ini lebih banyak kost dari pada berkumpul dengan orang tuanya.
“Kita harus mencari bantuan profesional terkait kasus menyakiti diri sendiri ini, jangan sampai menjadi tren di kalangan remaja. Ini membahayakan karena dapat mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh. Jika sudah ada yang membuat barcode itu diminta untuk segera datang ke psikolog.”tutupnya.
Reporter/Penulis:Asri