Dibanding tahun sebelumnya, angka kasus meningkat pada rentang bulan yang sama, adapun setahun 2024 tercatat laporan masuk hanya 19 kasus.
Hal itu berdasarkan laporan yangmasuk di sistem informasi online perempuan dan anak (Simponi).
“Tingginya angka kasus diketahui, karena memang semakin tingginya keberanian atau kesadaran untuk melapor,”ungkapnya.
Meski begitu, Ratna menegaskan, masih ada bentuk kekerasan seksual lainnya. Seiring berjalannya waktu, pencabulan juga banyak sudah tercatat 6 kasus, KDRT 4 kasus, penelantaran anak 2 kasus, pelecehan sexsual dan ada juga bullying.
Jayuk berharap agar para korban kekerasan perempuan dan anak tidak bungkam. Hal itu, tambahnya, berdampak pada penurunan kasus kekerasan.
"Keberanian korban menjadi salah satu hal yang mendorong data kekerasan turun. Bukan karena pelaporannya, tapi justru korban sudah berani speak up. Nah, ini juga yang menjadi kampanye kita selama 2 tahun terakhir. Ternyata itu dampaknya luar biasa," harapnya.
Jayuk menambahkan bahwa pihaknya secara intensif akan terus melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Hal itu untuk memudahkan pelaporan terhadap tindak kekerasan.
"Kita selalu intensive, pertama yang kita lakukan asesmen kebutuhan korban. Apa yang mereka harapkan, apakah butuh pemulihan psikologisnya, apakah dia butuh pendampingan kesehatannya, apakah butuh integrasi sosialnya. Tentu pada saat melakukan asesmen, inilah menjadi hal pertama yg kita lakukan agar tidak salah memberikan pendampingan,"pungkasnya.
Reporter:Asri