Ditambahkan Muhamad Riski, memang butuh kajian mendasar terkait dampak naiknya kebutuhan pokok dengan lebih banyak perceraian yang diajukan pihak perempuan lebih dulu (gugat). Akan tetapi fakta yang ditemukan dari keterangan pasangan cerai, mayoritas pertengkaran karena sulitnya perekonomian keluarga awal tahun 2022 menjadi faktor terbanyak.
“Saya hari ini juga sidang menyelesaikan 2 kasus cerai, keduanya bekal hidup yang kurang jadi pemicunya. Ya bekal hidup itu kan cukup tidak cukup kita yang menentukan atau pasangan itu sendiri.”tambahnya.
Angka perceraian pernikahan pasangan suami isteri dimana lebih banyak isteri yang mengajukan daripada suami itu tercatat jelas di Pengadilan Agama Pacitan sejak awal tahun 2021 hingga saat ini, Rabu(5/3/22) untuk angka cerai gugat pihak perempuan lebih dulu mengajukan total perkara 229 dengan rincian Januari ada 104, Februari 63 dan Maret 62. Angka ini lebih tinggi dibanding angka perceraian talak (pihak laki-laki mengajukan permohonan lebih dulu sekitar 86 perkara selama Januari hingga Maret 2022.
”Sekarang tahun 2022 ini saya tadi melihat datanya, dengan segala perspektip dan permohonan sekitar 330 selama 4 bulan berjalan. Ini masih batas normal jumlah ini dibanding tahun sebelumnya di bulan yang sama turun. Semoga ramadhan ini bisa mengurangi angka pisah rumah tangga di pacitan.”terang Riski
Jumlah perceraian awal tahun 2022 memang menurun dibanding tahun sebelumya di bulan yang sama, semoga berkah puasa ramadhan menjadikan pasangan suami isteri tidak berakhir pada perceraian.
Dilanjutkan Riski, pertengkaran yang menjadi salah satu pemicu pasangan suami isteri cerai karena kondisi sulitnya pendapatan dan imbas naiknya bahan kebutuhan pokok meski belum ada kajian khusus akan tetapi faktanya itu yang terjadi.
“Salah satu penyebab perceraian memang perceraian, iya imbas kenaikan bahan pokok dan sulitnya mendapatkan gaji yang cukup terjadi cekcok, bertengkar. Sehingga hal sepele kalau dibesar besarkan akan menjadi jadi akibatnya berakhir pada gugat cerai atau talak.”lanjutnya
Riski mengatakan, tidak semua pengajuan ke PA itu berakhir cerai, masih ada yang berhasil dimediasi dan rujuk kembali.
“Itu salah satu upaya kita mengurangi angka cerai dengan mediasi kalau bisa.”ungkapnya
Tidak ada yang bisa disalahkan dari perceraian pasangan suami isteri, sebab masalah pendapatan keluarga yang sangat minim bahkan nyaris tak diberi sangat rentan berdampak pada buruknya kesehatan isteri dan anak anak.
Riski memberikan saran agar cerai tidak menjadi tujuan akhir bagi pasangan suami isteri. Komitmen harus dipegang dan dipertahankan sama sama antara suami dan isteri. Maka segala urusan akan dimudahkan.
“Akan tetapi Emosi terkadang berpengaruh kuat terhadap terjadinya perceraian terhadap pasangan apalagi kalau ibu atau pihak orangtua sudah ikut campur akan mempercepat terjadi perceraian dan sedikit sedikit kata cerai yang dijadikan tujuan akhir, maka ya terjadi.”pungkasnya
Editor: Asri N