Kuota 30%, Perjuangan Yang Masih Sangat Panjang Untuk Perempuan di Pacitan

Posted by Radio Grindulu FM Pacitan 104,6 MHz on Senin, Mei 22, 2023

GrinduluFM Pacitan -Di indonesia untuk ‘memacu’ keterwakilan perempuan di legislatif sampai harus dicanangkan kebijakan kuota 30% caleg perempuan disetiap partai politik yaitu Undang Undang Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 2 yang mengatur tentang 30% keterwakilan perempuan. Dan sayangnya itupun masih jauh dari kuota yang ditetapkan, apalagi perempuan yang akhirnya bisa lolos duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Melihat fakta, hanya 1 hingga 5 orang saja dari jatah 45 kursi legislatif perempuan dari tahun ke tahun, tak ada separuhnya dari jumlah legislatif laki laki. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan.

Idealnya tercukupi keterwakilan 30% perempuan itu dari jatah 45 kursi, jumlah legislatif perempuannya setidak harus 21 orang atau separoh dari jumlah legislatif laki laki.

Sri Pamungkas Aktivis Perempuan Kabupaten Pacitan mencermati keterwakilan perempuan khususnya di Pacitan masih merupakan ‘PR’ besar terutama bagi partai politik dan juga masyarakat.

Sri Pamungkas Dosen salah satu perguruan tinggi swasta di Kabupaten Pacitan ini menunggu keadilan untuk perempuan dalam bidang politik.

Pemilih legislatif 2024 masih menunjukan bila kesetujuannya terhadap kuota 30% legislatif masih sebatas lipservice, perempuan masih tetap dijadikan pelengkap saja, pemanis dan daya tarik untuk memobilisasi suara pemilih yang memenangkan mayoritas perempuan.

“Perempuan di pencalegkan nyuwun sewu nggih, itu hanya pelengkap saja. Jadi hanya sekedar piye carane terpenuhi saat pengajuan pendaftaran bacaleg. Untuk skala perioritas misalnya, bagaimana sih kemudian ada perempuan perempuan yang diperjuangkan untuk duduk di legislatif itu ikhtiarnya juga belum maksimal. Sesungguhnya komitmen untuk memajukan partisipasi perempuan dalam bidang politik pun pantas diragukan.”ucapnya

Kondisi perekonomian yang belum membaik tidak dipungkiri siapapun kian meperpanjang daftar pederitaan perempuan, kemiskinan selalu menjadikan perempuan diujung tombak sebagai korban.

Namun demikian, perempuan sendiri sangat apatis di dunia politik, karena prakteknya belum tersadarkan bahwa memilih pemimpin itu tidak hanya sekedar yang berduit. Itu maindset masyarakat yang masih terpola sampai hari ini.

“Sehingga ada perempuan berkualitas pun mungkin dia akan memilih jalur lain daripada memilih jalur politik yang dianggapnya sangat mahal.”ungkapnya

Keterpurukan perempuan dalam aneka aspek masih menjadi kisah ’klasik’ yang mewarnai kehidupan sehari hari dan juga untuk menjadi figur nomor perioritas dalam partai, Sri Pamungkas memilih hengkang dari kepartaian yang pernah di gelutinya.

Tetapi seiring kesadaran perempuan sendiri bahwa ‘nasibnya’ hanya akan berubah bila dirinya mulai bersikap dan keterbukaan laki laki untuk mau mengakui eksistensi perempuan maka kisah ’klasik’ itu suatu ketika diharapkan akan berubah ‘alur’.

Kalaupun belum terwujud, penghargaan atas peran produktif perempuan, sudah merupakan sebuah langkah maju.

“Suka tidak suka, harus kita sadari jika perjuangan mencapai kuota 30 persen perempuan di legislatif memang masih panjang. Bahkan sangat panjang.”ujarnya

Sementara dalam kesempatan berbeda, praktisi politik di pacitan Munib Sirodj mengatakan, tidak sedikit diantara perempuan caleg yang berada di posisi jadi-yang diekspektasikan di nomor urut 1-3 dalam daftar caleg. Sekalipun meraih suara terbanyak di daerah pemilihan (DAPIL)nya harus puas ’menyerahkan’ kendali keputusan kepada partai politik lagi. Sebab tidak sedikit perempuan di tempatkan dalam posisi nomor yang rawan yakni ketika daerah itu diwaktu lalu misal mendapat 3 kursi, perempuan mulai diletak kan di nomor 4. Ironisnya, gaung kampanye perempuan memilih perempuan yang telah membuat hasil yang efektif di dalam pemilihan secara langsung terbukti dan diwujudkan dengan dukungan terbanyak ternyata kemudian harus terbentur regulasi yang diatur.

“Memang kenyataan keterwakilan perempuan di legislatif itu masih perlu di dorong ya, Cuma persoalannya kan kaitannya dengan regulasinya itu. Sebenarnya kalau pakai model tertutup masih mungkin terwujud. Tapi kalau model terbuka itu akan berkaitan dengan bagaimana masyarakat pemilih.”kata Munib

Munib Sirodj menambahkan untuk wilayah publik misal politik, perempuan itu masih belum sesuai dengan porsinya. Tapi kalau dalam keseluruhannya sebenarnya sudah mulai banyak ruang non publik misal pekerjaan sudah banyak yang diisi perempuan.

"Kalau bicara ruang publik dalam hal ini ruang politik, perempuan memang masih harus butuh perjuangan panjang.”imbuhnya

Munib Sirodj memiliki tips ampuh sebenarnya untuk caleg perempuan yang lebih original. Dimana perempuan itu harus bisa meningkatkan perform nya.

“Untuk bisa lolos, disamping aspek terkenal ada juga aspek keterpilihan. Itu penting itu, lebih original.”tegasnya

Harus diakui, hasil pemilu dari tahun ke tahun masih jauh dari harapan mereka yang peduli perempuan.

Memprediksikan tingkat legislatif keikutsertaan perempuan tidak lebih dari 3-5 persen, artinya memang masih jauh dari kuota yang ditetapkan. Ini bukan kegagalan perempuan mewujudkan keterwakilan perempuan di legislatif 30% akan tetapi lebih ke kuatnya komitmen Negara maupun partai politik.

Harapan Munib bagi siapapun calon legislatif yang lolos duduk di kursi DPRD,agar di upayakan bagaimana betul betul mewakili rakyatnya bukan mewakili partainya. Ini yang selama ini menjadi persoalan.

“Masyarakat pemilih sudah mulai cerdas, harus pandai mengamati perform wakilnya, jangan sampai ada anggapan di masyarakat kalau wakil rakyat itu bukan wakil rakyat yang sesungguhnya tapi wakil partai. Ini harusnya digeserlah, digeser ke fungsi yang seharusnya. Jadi bagaimana mereka betul betul menjadi wakil dari rakyat yang memilihnya.”harapnya

Sementara Sri Pamungkas punya harapan bagi caleg perempuan pada Pemilu 2024 nanti keterwakilan perempuan akan lebih terwakili.

“Kemudian untuk caleg perempuan yang duduk dikursi dewan benar benar bisa mendengarkan suara perempuan, terus bersinergi dengan perempuan bagaimana hak hak perempuan bisa tercukupi. Bener bener lah bisa jadi wakil kita. Kan banyak nggih, sudah duduk dikursi dewan tapi kami belum merasakan belum menjadi wakil kita.”pungkasnya

Reporter/Penulis: Asri

Blog, Updated at: 13.36
Tinggalkan komentar positif Anda di sini
03